Selasa, 22 November 2011

EPISTEMOLOGO: Pengantar Memasuki Ontologi

EPISTEMOLOGI




 "Pandangan dunia (weltanschauung) seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya konsepsi dan pengenalannya terhadap "kebenaran" (asy-Syai fil khârij).  Kebenaran yang dimaksud di sini adalah segala sesuatu yang berkorespondensi dengan dunia luar. Semakin besar pengenalannya,  semakin luas dan dalam pandangan dunianya. Pandangan dunia yang valid dan argumentatif dapat melesakkan seseorang mencapai titik-kulminasi peradaban dan sebaliknya akan membuatnya terpuruk hingga titik-nadir peradaban. Karena nilai dan kualitas keberadaan kita sangat bergantung kepada pengenalan kita terhadap kebenaran.  Anda dikenal atas apa yang Anda kenal. Wujud anda ekuivalen dengan pengenalan Anda dan vice-versa. Akan tetapi, bagaimanakah kebenaran itu dapat dikenal?   Parameter atau paradigma apa yang digunakan untuk dapat mengidentifikasi kebenaran itu? Mengapa kita memerlukan paradigma atau parameter  ini? Dapatkah manusia mencerap kebenaran itu? Bla..bla..bla..? Kalau kita menilik perjalanan sejarah umat manusia,  sebagai makhluk dinamis dan progressive, manusia acapkali dihadapkan kepada persoalan-persoalan krusial tentang hidup dan kehidupan, tentang ada dan keberadaan,  tentang perkara-perkara eksistensial. Penulusuran,  penyusuran serta jelajah manusia untuk menuai jawaban atas masalah-masalah di atas membuat eksistensi manusia jauh lebih berarti.  Manusia berusaha bertungkus lumus memaknai keberadaannya untuk mencari jawaban ini.  Till death do us apart, manusia terus mencari dan mencari hingga akhir hayatnya."
"Tuhanku,  para arif berkata kenalkan diriMu kepadaku, dan jahil ini berkata kenalkan diriku kepadaku."

Introduksi
Pandangan dunia (weltanschauung) seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya konsepsi dan pengenalannya terhadap "kebenaran" (asy-Syai fil khârij).  Kebenaran yang dimaksud di sini adalah segala sesuatu yang berkorespondensi dengan dunia luar. Semakin besar pengenalannya,  semakin luas dan dalam pandangan dunianya. Pandangan dunia yang valid dan argumentatif dapat melesakkan seseorang mencapai titik-kulminasi peradaban dan sebaliknya akan membuatnya terpuruk hingga titik-nadir peradaban. Karena nilai dan kualitas keberadaan kita sangat bergantung kepada pengenalan kita terhadap kebenaran.  Anda dikenal atas apa yang Anda kenal. Wujud anda ekuivalen dengan pengenalan Anda dan vice-versa.
Akan tetapi, bagaimanakah kebenaran itu dapat dikenal?   Parameter atau paradigma apa yang digunakan untuk dapat mengidentifikasi kebenaran itu? Mengapa kita memerlukan paradigma atau parameter  ini? Dapatkah manusia mencerap kebenaran itu? Bla..bla..bla..?
Kalau kita menilik perjalanan sejarah umat manusia,  sebagai makhluk dinamis dan progressive, manusia acapkali dihadapkan kepada persoalan-persoalan krusial tentang hidup dan kehidupan, tentang ada dan keberadaan,  tentang perkara-perkara eksistensial. Penulusuran,  penyusuran serta jelajah manusia untuk menuai jawaban atas masalah-masalah di atas membuat eksistensi manusia jauh lebih berarti.  Manusia berusaha bertungkus lumus memaknai keberadaannya untuk mencari jawaban ini.  Till death do us apart, manusia terus mencari dan mencari hingga akhir hayatnya.
Ilmu-ilmu empiris dan ilmu-ilmu naratif lainnya ternyata tidak mampu memberikan jawaban utuh dan komprehensif atas masalah ini.[1] Karena uslub atau metodologi ilmu-ilmu di atas adalah bercorak empirikal.  Filsafat sebagai induk ilmu pengetahuan hadir untuk mencoba memberikan jawaban atas masalah ini. Karena baik dari sisi metodologi atau pun subjek keilmuan, filsafat menggunakan metodologi rasional dan subjek ilmu filsafat adalah eksisten qua eksisten.[2]  Betapa pun, sebelum memasuki gerbang filsafat terlebih dahulu instrument yang digunakan dalam berfilsafat harus disepakati.  Dengan kata lain,  akal yang digunakan sebagai instrument berfilsafat harus diuji dulu validitasnya, apakah ia absah atau tidak dalam menguak realitas. Betapa tidak, dalam menguak realitas terdapat perdebatan panjang semenjak zaman Yunani Kuno (lampau) hingga masa Postmodern (kiwari)  antara kubu rasionalis (rasio) dan empiris (indriawi dan persepsi). Semenjak Plato hingga Michel Foucault dan Jean-François Lyotard. Dengan demikian, pembahasan epistemologi sebagai subordinate dari filsafat menjadi mesti adanya. Yakni, sebelum kita merangsek memasuki kosmos filsafat – yang nota-bene menggunakan akal (an-sich) – kita harus membahas instrument dan metodologi apa yang valid untuk menyingkap tirai realitas ini.  Dan ini adalah raison d'être pembahasan epistemologi. Atau sederhananya, pembahasan epistemology adalah pengantar menuju pembahasan filsafat. Tentu saja, harus kita ingat bahwa ilmu logika juga harus rampung untuk menyepakati bahwa dunia luar terdapat hakikat dan untuk mengenalnya adalah mungkin.[3] Walhasil,  pembahasan epistemology sebagai ilmu yang meneliti asal-usul, asumsi dasar, sifat-sifat, dan bagaimana memperoleh pengetahuan menjadi penentu penting dalam menentukan sebuah model filsafat harus dikedepankan sebelum membahas perkara-perkara filsafat.

Apa itu Epistemologi
Epistemologi derivasinya dari bahasa Yunani yang berarti teori ilmu pengetahuan. Epistemologi merupakan gabungan dua kalimat episteme, pengetahuan; dan logos, theory. Epistemologi adalah cabang ilmu filasafat yang menengarai masalah-masalah filosofikal yang mengitari teori ilmu pengetahuan. Epistemologi bertalian dengan definisi dan konsep-konsep ilmu, ragam ilmu yang bersifat nisbi dan niscaya, dan relasi eksak antara 'alim (subjek) dan ma'lum (objek). Atau dengan kata lain, epistemologi adalah bagian filsafat yang meneliti asal-usul, asumsi dasar, sifat-sifat, dan bagaimana memperoleh pengetahuan menjadi penentu penting dalam menentukan sebuah model filsafat. Dengan pengertian ini epistemologi tentu saja menentukan karakter pengetahuan, bahkan menentukan “kebenaran” macam apa yang dianggap patut diterima dan apa yang patut ditolak.
Manusia dengan latar belakang, kebutuhan-kebutuhan dan kepentingan-kepentingan yang berbeda mesti akan berhadapan dengan pertanyaan-pertanyaan seperti, dari manakah saya berasal? Bagaimana terjadinya proses penciptaan alam? Apa hakikat manusia? Tolok ukur kebaikan dan keburukan bagi manusia? Apa faktor kesempurnaan jiwa manusia? Mana pemerintahan yang benar dan adil? Mengapa keadilan itu ialah baik? Pada derajat berapa air mendidih? Apakah bumi mengelilingi matahari atau sebaliknya? Dan pertanyaan-pertanyaan yang lain. Tuntutan fitrah manusia dan rasa ingin tahunya yang mendalam niscaya mencari jawaban dan solusi atas permasalahan-permasalahan tersebut dan hal-hal yang akan dihadapinya.
Pada dasarnya, manusia ingin menggapai suatu hakikat dan berupaya mengetahui sesuatu yang tidak diketahuinya. Manusia sangat memahami dan menyadari bahwa:
1.         Hakikat itu ada dan nyata;
2.         Kita bisa mengajukan pertanyaan tentang hakikat itu;
3.         Hakikat itu bisa dicapai, diketahui, dan dipahami;
4.        Manusia bisa memiliki ilmu, pengetahuan, dan makrifat atas hakikat itu. Akal dan pikiran manusia bisa menjawab persoalan-persoalan yang dihadapinya, dan jalan menuju ilmu dan pengetahuan tidak tertutup bagi manusia.  
Apabila manusia melontarkan suatu pertanyaan yang baru, misalnya bagaimana kita bisa memahami dan meyakini bahwa hakikat itu benar-benar ada? Mungkin hakikat itu memang tiada dan semuanya hanyalah bersumber dari khayalan kita belaka? Kalau pun hakikat itu ada, lantas bagaimana kita bisa meyakini bahwa apa yang kita ketahui tentang hakikat itu bersesuaian dengan hakikat eksternal itu sebagaimana adanya? Apakah kita yakin bisa menggapai hakikat dan realitas eksternal itu? Sangat mungkin pikiran kita tidak memiliki kemampuan memadai untuk mencapai hakikat sebagaimana adanya, keraguan ini akan menguat khususnya apabila kita mengamati kesalahan-kesalahan yang terjadi pada indra lahir dan kontradiksi-kontradiksi yang ada di antara para pemikir di sepanjang sejarah manusia?
Persoalan-persoalan terakhir ini berbeda dengan persoalan-persoalan sebelumnya, yakni persoalan-persoalan sebelumnya berpijak pada suatu asumsi bahwa hakikat itu ada, akan tetapi pada persoalan-persoalan terakhir ini, keberadaan hakikat itu justru masih menjadi masalah yang diperdebatkan. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut ini. Seseorang sedang melihat suatu pemandangan yang jauh dengan teropong dan melihat berbagai benda dengan bentuk-bentuk dan warna-warna yang berbeda, lantas iameneliti benda-benda tersebut dengan melontarkan berbagai pertanyaan-pertanyaan tentangnya. Dengan perantara teropong itu sendiri, ia berupaya menjawab dan menjelaskan tentang realitas benda-benda yang dilihatnya. Namun, apabila seseorang bertanya kepadanya: Dari mana Anda yakin bahwa teropong ini memiliki ketepatan dalam menampilkan warna, bentuk, dan ukuran benda-benda tersebut? Mungkin benda-benda yang ditampakkan oleh teropong itu memiliki ukuran besar atau kecil?. Keraguan-keraguan ini akan semakin kuat dengan adanya kemungkinan kesalahan penampakan oleh teropong. Pertanyaan-pertanyaan ini berkaitan dengan keabsahan dan kebenaran yang dihasilkan oleh teropong. Dengan ungkapan lain, tidak ditanyakan tentang keberadaan realitas eksternal, akan tetapi, yang dipersoalkan adalah keabsahan teropong itu sendiri sebagai alat yang digunakan untuk melihat benda-benda yang jauh.
Keraguan-keraguan tentang hakikat pikiran, persepsi-persepsi pikiran, nilai dan keabsahan pikiran, kualitas pencerapan pikiran terhdap objek dan realitas eksternal, tolok ukur kebenaran hasil pikiran, dan sejauh mana kemampuan akal-pikiran dan indra mencapai hakikat dan mencerap objek eksternal, masih merupakan persoalan-persoalan aktual dan kekinian bagi manusia. Terkadang kita mempersoalkan ilmu dan makrifat tentang benda-benda hakiki dan kenyataan eksternal, dan terkadang kita membahas tentang ilmu dan makrifat yang diperoleh oleh akal-pikiran dan indra. Semua persoalan ini dibahas dalam bidang ilmu epistemologi.
Dengan demikian, definisi epistemologi adalah suatu cabang dari filsafat yang mengkaji dan membahas tentang batasan, dasar dan pondasi, alat, tolok ukur, keabsahan, validitas, dan kebenaran ilmu, makrifat, dan pengetahuan manusia.

 Pokok Bahasan Epistemologi
Dengan memperhatikan definisi epistemologi, bisa dikatakan bahwa tema dan pokok pengkajian epistemologi ialah ilmu, makrifat dan pengetahuan. Dalam hal ini, dua poin penting akan dijelaskan:
1. Cakupan pokok bahasan, yakni apakah subyek epistemologi adalah ilmu secara umum atau ilmu dalam pengertian khusus seperti ilmu hushûlî. Ilmu itu sendiri memiliki istilah yang berbeda dan setiap istilah menunjukkan batasan dari ilmu itu. Istilah-istilah ilmu tersebut adalah sebagai berikut:
a.      Makna leksikal ilmu adalah sama dengan pengideraan secara umum dan mencakup segala hal yang hakiki, sains, teknologi, keterampilan, kemahiran, dan juga meliputi ilmu-ilmu seperti hudhûrî, hushûlî, ilmu Tuhan, ilmu para malaikat, dan ilmu manusia.
b.      Ilmu adalah kehadiran (hudhûrî) dan segala bentuk penyingkapan. Istilah ini digunakan dalam filsafat Islam. Makna ini mencakup ilmu hushûlî dan ilmu hudhûrî.
c.       Ilmu yang hanya dimaknakan sebagai ilmu hushûlî dimana berhubungan dengan ilmu logika (mantik).
d.      Ilmu adalah pembenaran (at-tashdiq) dan hukum yang meliputi kebenaran yang diyakini dan belum diyakini.
e.      Ilmu adalah pembenaran yang diyakini.
f.        Ilmu ialah kebenaran dan keyakinan yang bersesuaian dengan kenyataan dan realitas eksternal.
g.      Ilmu adalah keyakinan benar yang bisa dibuktikan.
h.      Ilmu ialah kumpulan proposisi-proposisi universal yang saling bersesuaian dimana tidak berhubungan dengan masalah-masalah sejarah dan geografi.
i.         Ilmu ialah gabungan proposisi-proposisi universal yang hakiki dimana tidak termasuk hal-hal yang linguistik.
j.        Ilmu ialah kumpulan proposisi-proposisi universal yang bersifat empirik.
2.      Sudut pembahasan, yakni apabila subyek epistemologi adalah ilmu dan makrifat, maka dari sudut mana subyek ini dibahas, karena ilmu dan makrifat juga dikaji dalam ontologi, logika, dan psikologi. Sudut-sudut yang berbeda bisa menjadi pokok bahasan dalam ilmu. Terkadang yang menjadi titik tekan adalah dari sisi hakikat keberadaan ilmu. Sisi ini menjadi salah satu pembahasan dibidang ontologi dan filsafat. Sisi pengungkapan dan kesesuian ilmu dengan realitas eksternal juga menjadi pokok kajian epistemologi. Sementara aspek penyingkapan ilmu baru dengan perantaraan ilmu-ilmu sebelumnya dan faktor riil yang menjadi penyebab hadirnya pengindraan adalah dibahas dalam ilmu logika. Dan ilmu psikologi mengkaji subyek ilmu dari aspek pengaruh umur manusia terhadap tingkatan dan pencapaian suatu ilmu. Sudut pandang pembahasan akan sangat berpengaruh dalam pemahaman mendalam tentang perbedaan-perbedaan ilmu.
Dalam epistemologi akan dikaji kesesuaian dan probabilitas pengetahuan, pembagian dan observasi ilmu, dan batasan-batasan pengetahuan. Dan dari sisi ini, ilmu hushûlî dan ilmu hudhûrî juga akan menjadi pokok-pokok pembahasannya. Dengan demikian, ilmu yang diartikan sebagai keumuman penyingkapan dan pengindraan adalah bisa dijadikan sebagai subyek dalam epistemologi.

 Masalah-masalah Filosofis: Masa  Yunani dan Masa Medieval
Pada abad ke-13, seorang filosof dan teolog Itali yang bernama Santo Thomas Aquinas berupaya mensintesakan keyakinan Nasrani dengan ilmu pengetahuan dalam cakupan yang lebih luas, dengan memanfaatkan sumber-sumber beragam seperti karya-karya filosof Aristoteles, cendekiawan Muslim dan Yahudi. Pemikiran Santo Thomas Aquinas pada masa-masa kiwari sangat mempengaruhi irama dinamika teologi Nasrani dan kosmos filsafat Barat.
Pada abad ke-5 SM, Sophist Yunani menanyakan kemungkinan reliabilitas dan objektivitas ilmu. Oleh karena itu, seorang Sophist prominen, Gorgias, berpendapat bahwa tidak ada yang benar-benar wujud, karena jika sesuatu ada tidak dapat diketahui, dan jika ilmu bersifat nisbi, tidak dapat dikomunikasikan. Seorang Sophist ternama lainnya, Protagoras, berpandangan bahwa tidak ada satu pendapat pun yang dapat dikatakan lebih benar dari yang lain, karena setiap pendapat adalah hanyalah sebuah penilaian yang berakar dari pengalaman yang dilaluinya. Plato, mengikuti ustadznya Socrates, mencoba untuk menjawab isykalan-isyakalan para Sophist dengan mempostulasikan keberadaan semesta yang bersifat tetap dan bentuk-bentuknya yang invisible, atau ide-ide, yang melaluinya ilmu pasti dan eksak dapat diraih. Mereka percaya bahwa benda-benda yang dilihat dan diraba adalah kopian-kopian yang tidak sempurna dari bentuk-bentuk yang sempurna yang dikaji dalam ilmu matematika dan filsafat. Dengan demikian, hanya penalaran abstrak dari disiplin ilmu ini yang dapat menuai ilmu pengetahuan original, sementara mengandalkan indra-persepsi menghasilkan pendapat-pendapat yang inkonsisten dan mubham.  Mereka menyimpulkan bahwa kontemplasi filosofis tentang bentuk-bentuk dunia gaib merupakan tujuan tertinggi kehidupan manusia.
Aristoteles mengikuti Plato ihwal ilmu abstrak adalah ilmu yang lebih superior atas ilmu-ilmu yang lainnya, namun tidak setuju dengan metode dalam mencapainya. Aristotels berpendapat bahwa hampir seluruh ilmu berasal dari pengalaman. Ilmu diraih baik secara langsung, dengan mengabstraksikan ciri-ciri khusus dari setiap spesies, atau tidak langsung, dengan mendeduksi kenyataan-kenyataan baru dari apa yang telah diketahui, berdasarkan aturan-aturan logika. Observasi yang teliti dan ketat dalam mengaplikasikan aturan-aturan logika, yang pertama kalinya disusun secara sistematis oleh Aristoteles, akan membantu menjaga dari perangkap-perangkap yang dipasang oleh para Sophist. Maktab Epicurian dan Stoic sepakat dengan pandangan Aristoteles bahwa ilmu pengetahuan bersumber dari indra-persepsi, akan tetapi menentang keduanya baik Aristoteles atau pun Plato yang berpandangan bahwa filsafat harus dinilai sebagai sebuah bimbingan praktis untuk menjalani hidup, mereka berpendapat sebaliknya bahwa filsafat adalah akhir dari kehidupan.
Setelah beberapa kurun berlalu kurangnya ketertarikan dalam ilmu rasional dan saintifik, filosof Skolastik Santo Thomas Aquinas dan beberapa filosof abad pertengahan berusaha membantu untuk mengembalikan konfidensi terhadap rasio dan pengalaman, mencampur metode-metode rasional dengan iman dalam sebuah system keyakinan integral. Aquinas mengikuti Aristoteles dalam masalah tentang persepsi sebagai starting-point dan logika sebagai prosedur intelektual untuk sampai kepada ilmu yang dapat diandalkan (reliable) tentang tabiat, akan tetapi memandang iman dalam otoritas skriptual sebagai nara sumber keyakinan agama.

 Masa Plato dan Aristoteles
Plato dapat dikatakan sebagai filosof pertama yang secara jelas mengemukakan epistemologi dalam filsafat, meskipun ia belum menggunakan secara resmi istilah epistemology ini. Filosof Yunani berikutnya yang berbicara tentang epistemologi adalah Aristoteles. Ia murid Plato dan pernah tinggal bersama Plato selama kira-kira 20 tahun di Akademia.
Pembahasan tentang epistemologi Plato dan Aristoteles akan lebih jelas dan ringkas kalau dilakukan dengan cara membandingkan keduanya, sebagaimana tertuang pada table di bawah ini.
                       Table komparasi epistemology Plato dan Aristoteles


 
Topik Pemikiran
Plato
Aristoteles
Pandangan tentang dunia
Ada 2 dunia:  dunia ide & dunia sekarang (semu)
Hanya 1 dunia: Dunia nyata yang sedang dijalani
Kenyataan yang sejati
Ide-ide yang berasal dari dunia ide
Segala sesuatu yang di alam yang dapat ditangkap indra
Pandangan tentang manusia
Terdiri dari badan dan jiwa. Jiwa abadi; badan fana (tidak abadi).
Jiwa terpenjara badan.
Badan dan jiwa sebagai satu kesatuan tak terpisahkan.
Asal pengetahuan
Dunia ide. Namun tertanam dalam jiwa yang ada dalam diri manusia.
Kehidupan sehari-hari dan alam dunia nyata
Cara mendapatkan pengetahuan
Mengeluarkan dari dalam diri (Anamnesis) dengan metoda bidan
Observasi dan abstraksi, diolah dengan logika












 Perbedaan epistemologi Plato dan Aristoteles ini memiliki pengaruh besar terhadap para filosof modern. Idealisme Plato mempengaruhi filosof-filosof Rasionalis seperti Spinoza, Leibniz, dan Whitehead. Sedangkan pandangan Aristoteles tentang asal dan cara memperoleh pengetahuan mempengaruhi filsu-filosof Empiris seperti Locke, Hume, dan Berkeley.

Rasio Vs Indra Persepsi
Antara abad 17 hingga akhir abad ke-19, masalah utama yang muncul dalam pembahasan epistemologi adalah resistensi antara kubu rasionalis vis-à-vis  kubu empiris (indriawi-persepsi). Filosof Francis, René Descartes (1596-1650), filosof Belanda, Baruch Spinoza (1632-1677), dan filosof Jerman, Wilhelm Leibniz (1646-1716) adalah para pemimpin kubu rasionalis. Mereka berpandangan bahwa sumber utama dan pengujian akhir ilmu pengetahuan adalah  logika deduktif  (baca: qiyas) yang bersandarkan kepada prinsip-prinsip swabukti (badihi) atau axioma-axioma.  Sementara orang-orang seperti,  Francis Bacon ( 1561-1626) and John Locke (1632-1704) keduanya adalah filosof Inggris berkeyakinan bahwa sumber utama dan pengujian akhir ilmu pengetahuan adalah bersandar kepada pengalaman,  persepsi dan indriawi.
Filosof Francis René Descartes secara rigoris menggunakan metode deduksi dalam jelajah filsafatnya. Barangkali Descartes ini dikenal baik atas karya pionirnya untuk bersikap skeptis dalam berfilsafat. Dialah yang pertama kali memperkenalkan metode sangsi dalam investigasi terhadap ilmu pengetahuan.
Descartes yang kerap disebut sebagai Bapak Filsafat Modern (sekaligus filsafatnya kemudian dikenal sebagai Cartesians) ini dalam mengusung metode rasionalnya, dia menggunakan metode sangsi dalam menyikapi pelbagai fenomena atau untuk mencerap ilmu pengetahuan. Postulat,  Cogito Ergo Sum adalah milik Descartes. Rumusan postulat ini yang menemaninya untuk menyingkap ilmu pengetahuan. Menurut Descartes segala sesuatu yang berada di dunia luar harus disangsikan dan diragukan.
Pandangan Descartes tentang manusia sering disebut sebagai dualistis. Ia melihat manusia sebagai dua substansi: jiwa dan tubuh. Jiwa adalah pemikiran dan tubuh adalah keluasan. Tubuh tidak lain adalah suatu mesin yang dijalankan jiwa. Hal ini dipengaruhi oleh epistemologinya yang memandang rasio sebagai hal yang paling utama pada manusia.
Empirisme pertama kali diperkenalkan oleh filosof dan negarawan Inggris Francis Bacon pada awal-awal abad ke-17, akan tetapi John Locke yang kemudian mendesignnya secara sistemik yang dituangkan dalam bukunya "Essay Concerning Human Understanding (1690). John Locke memandang bahwa nalar seseorang pada waktu lahirnya adalah ibarat sebuah tabula rasa, sebuah batu tulis kosong tanpa isi, tanpa pengetahuan apapun. Lingkungan dan pengalamanlah yang menjadikannya berisi. Pengalaman indrawi menjadi sumber pengetahuan bagi manusia dan cara mendapatkannya tentu saja lewat observasi serta pemanfaatan seluruh indra manusia. John Locke adalah orang yang tidak percaya terhadap konsepsi intuisi dan batin. Filosof empirisme lainnya adalah Hume. Ia memandang manusia sebagai sekumpulan persepsi (“a bundle or collection of perceptions”). Manusia hanya mampu menangkap kesan-kesan saja lalu menyimpulkan kesan-kesan itu seolah-olah berhubungan. Pada kenyataannya, menurut Hume, manusia tidak mampu menangkap suatu substansi. Apa yang dianggap substansi oleh manusia hanyalah kepercayaan saja. Begitu pula dalam menangkap hubungan sebab-akibat. Manusia cenderung menganggap dua kejadian sebagai sebab dan akibat hanya karena menyangka kejadian-kejadian itu ada kaitannya, padahal kenyataannya tidak demikian. Selain itu, Hume menolak ide bahwa manusia memiliki kedirian (self). Apa yang dianggap sebagai diri oleh manusia merupakan kumpulan persepsi saja.[bersambung]

Sumber Rujukan
-                      Âmuzesy-e Falsafeh, Ustadz Ayatullah Misbah Yazdi
-                      Ma'rifat Syinâsi dar Qur'ân, Ustadz Ayatullah Agâ Jawadi Amuli
-                      Berbagai referensi dari internet.


[1] . Silahkan rujuk Âmuzesy-e Falsafeh, Ustadz Ayatullah Agâ Misbâh Yazdi, jilid 1, hal. 91, Syarkat-e Câp-e wa Nasyr-e Bainal Milal Sazemân-e Tablighati Islâmi, Qum.
[2] . Idem.,
[3] . Ma'rifat Syinâsi dar Qur'ân, Ustadz Ayatullah Agâ Jawâdi Âmuli, hal. 22, Markaz-e Nasyr Isra', Qum. 

PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM DAN KEISTIMEWAANNYA PERKEMBANGAN DAN ELEMEN PENDUKUNG

PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM DAN KEISTIMEWAANNYA

PERKEMBANGAN DAN ELEMEN PENDUKUNG


Sebagai peta kehidupan manusia, konsep ekonomi islam sudah ada semenjak kehadiran agama islam di atas bumi ini. Al-qur’an dan hadits kaya akan hukum-hukum dan pengafahan kebijakan ekonomi yang harus diambil dan disesuaikan dengan perubahan zaman serta perbedaan kawasan regional.

Dalam konsep ekonomi islam, harus dibedakan antara konsep dasar dengan hukum-hukum terperinci dan proses aplikasi hukumterrsebut dalam konteks kehidupan ekonomi masyarakat. Konsep dasar yang ditawarkan Al-qur’an dan Hadits merupakan wacana global tentang kehidupan ekonomi yang berfungsi sebagai kerangka atas kebijakan dan langkah yang ingin direalisasikan. Sebuah konsep yang mengatur gerak langkah pelaku ekonomi dalam menjalankan kegiatan ekonomi. Sebagai contoh, larangan Allah terhadap transaksi ribawi merupakan konsep dasar dan objektif yang harus diaplikasikan dalam setiap perubahan waktu dan kegiatan ekonomi. “…..Dan akun halalkan jual beli dan Aku haramkan riba…” (QS. Al-Baqarah:275). Adapun hukum, metode, mekanisme, dan alat ekonomi untuk merealisasikan konsep dasar pelarangan riba tiddak dituliskan dalam kitab ini. Dengan alasan, banyaknya perbedaan hasil ijtihad para ulama dalam proses aplikasi konsep tersebut untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat tanpa harus keluar dari bingkai syari’ah.

Ketika islam datang, kegiatan ekonomi yang sedang berjalan tidaklah sekompleks seperti dewasa ini. Kegiatan ekonomi yang dilakukan masyarakat terfokus pada sector perdagangan, peternakan, dan pertanian. Konsekuensinya hukum dan pemikiran ekonomi yang ada hanya mengakomodasi current transaction, seperti konsep pertukaran barang, penentuan harga, konsep riba, mudharabah, konsep zakat, ataupun konsep partnership. Pada masa-masa tersebut, masyarakat belum membutuhkan sebuah buku yang independen sebagai fungsi bahan rujukan yang referensi untuk menghadirkan solusi atas problematika kegiatan ekonomi yang ada. Hal terrsebut terjadi disebabkan problematika ekonomi yang ada masih sangat sederhana dan belum menjadi kompleks. Selain itu, masyarakat masih sangat dekat dengan kehidupan para sahabat yang mempunyai kapabilitas atas pengetahuan terhadap konsep ajaran islam.

Seiring dengan ekspansi dakwah islam, kawasan regional yang berada dibawah kekuasaan islam menjadi semakin luas. Fenomena tersebut tentu akan memicu perubahan terhadap ekonomi masyarakat. Kegiatan ekonomi yang ada mengalami perkembangan atas jenis dan bentuk transaksi yang dilakukan. Sehingga kegiatan yang ada semakin kompleks. Kompleksitas kegiatan ekonomi yang ada diindikasikan dengan berdirinya lembaga –lembaga perekonomian serta mekanisme produksi dalam menghasilkan barang dan jasa yang sangat beragam. Fenomina tersebut menuntut para intelektual muslim untuk menulis bukutentang batasan dan aturan serta legalitas kegiatan ekonomi berdasarkan nilai dan prinsip syari’ah. Pada abad ke-2 Hijriah, keinginan tersebut direalisasikan oleh para intelektual muslim dengan mengkodifikasikan beberapa persoalan ekonomi dalamm kitab fiqih, ushul fiqh, tafsir, hadits, sejarah filsafat, dan ilmu pengetahhuan lainnya.

Pada pertengahan abad ke-15 upaya pengembangan dan elaborasi pemikiran ekonomi berdasarkan nilai dan prinsip syari’ah telah dilakukan. Fenomena tersebut ditandai dengan adanya elaborasi pemikiran ekonomi yang diartikulasikan oleh para ulama dalam kitab-kitab fiqh, ushul fiqh, tafsir, hadits, dan lain sebagainya. Langkah tersebut dilakukan sebagai upaya harmonisasi inteligensi seorang muslim terhadap perubahankegiatan ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kemaslahatan dan kesejahteraan masyarakat (groulth and wealth)

Kontekstualisasi pemikiran ekonomi tersebut telah berhasil diaktualisasikan oleh kaum muslimin dengan membentuk sebuah peradaban dalam kegiatan ekonomi. Bukti sejarah mengatakan, empat abad pertama sebelum runtuhnya peradaban islam, masyarakat muslim telah mengembangkan konsep asset and financial system. Konsep yang dikembangkan antara lain: trade balance, fiscal policy, and infrastructure of monetary system. Dalam perdagangan, ssistem transaksi yag digunakan sudah mengalami perrkembangan misalnya menggunakan uang sebagai medium of exchange, menggunakan letter of credit dalam perdagangan lintas regional, dan menggunakan transfer sebagai mekanisme pembayaran.

Dalam tahap operasional, perindustrian, dan pertambangan mengalami perkembangan yang cukup besar. Pertambangan yang semula hanya terbatas pada pendulangan emas dan perak, meningkat pada penambangan tembaga, belerang, fosfat, batu bara, intan, dan mutiara. Dalam sector garmer dan tekstil, telah ditemukan industry sutera, wol, dan katun. Selain itu, telah terjadi pengembangan laboratorium kimia sebagai tempat penelitian terhadap bahan-bahan peledak serta penyadiaan perlengkapan perang. Dan telah ditemukannya konsep pembuatan kertas beserta industry yang dibutuhkan. Dalam sector pertanian, masyarakat muslim telah mampu melakuukan swasembada dalam segala jenis bahan makanan pokok. Fenomena perkembangan perekonomian tersebut menjadikan umat islam sebagai leader market (penguasa pasar) dalam perdagangan lintas regional. Iskandariyah dan Baghdad merupakan Negara penentu terhadap harga-harga barang dan jasa yang berrlaku dalam mekanisme pasar.

Dalam berbagai sector kehidupan, dunia intelektual muslim klasik juga diwarnai kemajuan. Dalam pemikiran dan keilmuan banyak ditemukan innformasi tentang keabsahan dan legalitas kegiatan ekonomi dalam kitab-kitab turats (peninggalan ulama). Dari beberapa kitab yang ada, telah dilakukan transliterasi kedalam berbagai macam bahasa asing, diantaranya bahasa Arab, Prancis, Turki, ataupun bahasa Urdu. Dengan menjamurnya kitab-kitab turats tersebut, adalah sebagai kelaziman bagi intelektual dewasa ini untuk melakukan penelitian, kajian, analisis dan kodifikasi pemikiran dan ilmu ekonomi berdasar kitab-kitab yang ada. Pemikiran yang berhasil diartikulasikan intelektual muslim klasik merupakan refleksi ijtihad dan interpretasi mereka terhadap penjelasan dan penafsiran Al-qur’an dan Hadits ketika dikontekstualisasikan dengan kegiatan-kegiatan ekonomi.pemikiran dan pendapat yang dihasilkan oleh ulama terkadang terdapat perbedaan. Sebenarnya, pendapat tersebut muncul sebagai refleksi dan adanya perbedaan waktu, tempat, dan lingkungan yang mempengaruhi para ulama. Secara substantive, pemikiran yang ada tetap sesuai dengan konsep dasar penjelasan Al-qur’an dan Hadits yang masih bersifat global.

Sebagai bahan penelitian atas pemikiran ekonomi islam, dapat dirujuk pada kitab-kitab yang telah dikodifikasikan oleh intelektual muslim klasik. Diantara kitab tafsir dan hadits yang mungkin dapat dijadikan rujukan adalah: Tafsir Ath-Thabari, tafsir Ibnu Katsir, Tafsir fi Zhilal Al-qur’an, sayyid quthub dan Kutub As-Sittah.

Demikian juga kitab-kitab yang ditulis oleh Abu Hanifah (150 H), Imam Malik (179 H), Imam Syafi’I (204 H), dan Imam Ahmad bin Hambal (241 H) dapat dijadikan referensi. Di samping itu, ada beberapa kitab yang dapat dijadikan suplemen dalam kerangka memahami konsep ekonomi islam, yaitu:

  • Ahkam Al-qur’an ( Ar-Razi, 606 H)
  • Bada’I ash-Shana’I (Al-Kasani, 578 H)
  • Al-Mughni (Ibnu Qadamah, 620 H)
  • Kitab Al-Kharaj (Abu Yusuf, 182 H)
  • Al-Ahkam as-Sulthaniyyah (Al-Mawardi, 450 H)
  • Haq al-Faqir (Ibnu Al-Hazm azh-Zhahiri, 456 H)
  • Al-Hizbah (Ibnu Taiyimah, 728 H)
  • Kitab al-Amwal (Abi Ubaid bin Salam, 222 H)
  • Al-Iktisab Fi ar-Rizq (imam Syaibani, 234 H)
  • Kitab al-Kharaj (Qudamah bin Ja’far, 337 H)
  • Kitab al-Amwal (Ali Ja’far al-Dawudi, 402 H)
  • Al-Mabsuth (As-Sarakhi, 483 H)
  • Ihya’ Ulum ad-din (Al-Ghazali, 505 H)
  • Al-Muwafaqad (As-Syathibi, 790 H)
  • Muqaddimah Ibnu Khaldun (Ibnu Khaldun, 808 H)
  • Al-Auza’I (Ibnu al-Qayyim)

Apa yang dituliskan oleh ulama terdahulu ternyata belum bias merecovery pertumbuhan dan perkembangan kehidupan ekonomi yang begiutu dinamis. Bentuk, jenis dan mekanise transaksi ekonomi begitu beragam. Selain itu,aplikasi, fasilitas dan politik ekonomi yang digunakan oleh masyarakat berkembang secara spektakuler. Dewasa ini, banyak sekali kita temukan realitas perkembangan mekanisme kegiatan produksi serta system transaksi yang belum dapat dijelaskan oleh intelektual muslim berdasarkan nilai-nilai syariah. Fenomena tersebut dapat kita amati melalui beberapa factor berikut ini.

  1. Minimnya kebutuhan

Tahap pertama kedatangan islam, kebutuhan masyarakat akan pemikiran dan legalitas transaksi dalam kegiatan ekonomi belum begitu menggelora. Hal tersebut disebabkan mekanisme kehidupan ekonomi yang ada masih sangat sederhana dan belum banyak terjadi perkembangan pada sector-sektor perekonomian dalam menghasilkan barang dan jasa. Keadaan tersebut didukung oleh para pelaku ekonomi yang masih kental dengan nilai ketaqwaan dan kezuhudan serta konsistensi mereka dalam menjalankan nilai-nilai syariah dalam kehidupann social (bermuamalah).

  1. Stagnasi pemikiran

Pada masa-masa awal renaissance islam, banyak melahirkan kitab-kitab tafsir, hadits, fiqih, dan ilmu pengetahuan tentang elaborasi pemikiran ekonomi islam. Namun dipenghujung abad ke-4 hijriah, masyarakat islam mengalami perpecahan sehingga menjadi beberapa komunitas masyarakat kecil yang beragam. Kondisi perpecahan itu berdampak yang cukup besar pada kemunduran umat islam. Terlebih dengan runtuhnya kekhalifahan yang semakin manambah kerapuhan peradaban islam. Mekanisme pemerintahan dan perekonomian yang ada setelah itu jauh dari nilai-nilai syariah. Dalam kehidupan masyarakat telah terjadi dekadensi moral, sehingga berrdampak pada turunnya semangat keagamaan yang diiringi dengan kecintaan terhadap kenikmatan dunia dan kekuasaan. Dalam system pemerintahan dan kehidupan politik yang diterapkan dalam rangka mencapai kekuasaan, telah menyimpang dari yang perrnah diterapkan oleh Rosulullah Saw. Fenomena penyimpangan ini menurut para ulama untuk melakukan pembenahan dan kelurusan. Akan tetapi, distorsi kehidupan politik dan ekonomi yang terjadi di masyarakat sangat mempengaruhi pemikiran para ulama, sehingga intelektualisasi yang ada tidak mampu menjawab dinamika kehidupan ekonomi. Pada akhirnya, tradisi pemikiran dan intelektualisasi dalam mengakomodasi problematika kehidupan yang ada meengalami stagnasi. Kekhhawatiran tersebut pernah disinggung oleh Abdul Hamid Abu Sulaiman (1401 H), “dalam kehidupan masyarakat muslim, telah terjadi skulerisasi pemikiran dan kehidupan politik. Masarakat muslim sangat sibuk dengan kehidupan polittilk untuk meraih kekuasaan. Sehingga perkembangan pemikiran yang ada mengalami stagnasi. Dan hal tersebut merupakan sumber utama cobaan kehidupan muslim.

Kotornya percaturan politik yang melanda masyarakat muslim menstimulasi timbuulnya kelommpok ulama yang tidak konsisten terhadap fatwa-fatwa yang ada. Fenomena tersebut menimbulkan efek multipel, dimana kehidupan masyarakat, keyakinan, dan iktikhat yang ada dalam masyarakat menjadi sangat beragam. Tidak heran bila kemudian kita temukan perbedaan dan kontradiksi pemahaman terhadap jawaban atas permasalahan kehidupan yang terkadang tidak berdasarkan Al-qur’an dan hadits. Kondisi tersebut ddidukung oleh ijtihad para ulama yang tidak mengakomodasi kebtuhan masyarakat, atau adanya rasa takut terhadap perrpecahan masayarakat muslim akibat adanya pendapat dan ijtihad yang berbeda. Akhirnya, semangat plagiatisme (menyuruh sesuatu yana telah ada) semakin merebak dan terjadinya stagnasi perkembangan pemikiran, sehingga masa tersebut dikenal dengan masa tertutupnya ijtihad.

  1. Perang eksternal

Dipenghujung abad ke-4 hijriah, penyakit whan (cinta dunia dan takut mati) telah meracuni masyarakat muslim. Masyarakat muslim cenderung menggandrungi kekuasaan dan kekayaan duniawi, sehingga menyebabkan terpecahnya masyarakat islam menjadi bagian-bagian kecil komunitas masyarakat. Masing-masing komunitas terrsebut saling berselisih, berseteru, dan bermusuhan. Keadaan terrsebut merupakkan peluang emas bagi Negara asing untuk melakukan ekspansi daerah jajahan. Komunitas masyarakat muuslim menjaddi sasaran tembak baagi kaum salib dalam memperolehh daerah jajahannya. Invasi militer tersebut dilakukan pada akhir abad ke-5 hijriah, dan berhasil menguasai wilayah Syam. Dengan adanya peperangan ini, mennyebabkan terjadinya kehancuran dan kerusakn seluruh infrastruktur kehidupan. Pada pertengahan abad ke-7 hijriah, masyarakat muslim mengalami penjajahan dalam segala aspek kehidupan: baik politik, social, ekonomi, buday, dan pemikiran. Hal tersebut merupakan obstacle ( penghalang) bagi perkembangan pemikiran islam dan kehidupan ekonomi islam.

  1. Kemajuan industry Eropa dan Amerika

Perkembangan perindustrian dan teknologi di Eropa dan Amerika menstimulasi terhadap perkembangan pemahaman ekkonomi serta mekanisme dan system yang diterapkan mereka. Perkembangan terrsebut menyebabkan kemunduran perekonomian dan teknologi bagi masyarakat muslim. Perkeembangan teknologi dan perekonomian dalam masyarakat muslkim menjadi terhegemoni dengan Negara barat. Ahirnya, Negara-negara muslimmenjadi Negara dunia ke-3.


Minggu, 20 November 2011

Thaharah


BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
Alllah itu bersih dan suci, untuk menemui-Nya, manusia harus terlebih dahulu di sucikan. Allah mencintai sesuatu yang bersih dan suci, Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 222:
      
Artinya:
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri"
Pada ayat di atas terdapat dua kata penting yaitu kata taubat dan kata thaharah . ayat tersebut juga sebagai dalil bahwa langkah pertama yang harus di lakukan oleh manusia yang akan menghadap Allah adalah bertaubat dan bersuci. Bertaubat adalah upaya membersihkan diri dari segala dosa, sedangkan thaharah adalah upaya membersihkan badan dari najis.
Bersuci dari hadats dan najis merupakan hal terpenting dalam kehidupan kita sehari-hari. Karena bersuci atau bersih merupakan Miftah atau kunci dalam beribadah, sehingga apabila seseorang dalam beribadah khususnya dalam menjalankan ibadah sholat tidak bersih dan suci maka sholat tersebut tidak sah.
Oleh karena itu kita sebagai hamba harus menggetahui dan menerapkan thaharah dalam kehidupan sehari-hari, agar ibadah yang kita lakukan bisa sempurna.




  1. Rumusan Masalah
  1. Apakah pengertian Thaharah?
  2. Bagaimana fungsi dari Thaharah?
  3. Apa saja sarana Thaharah?
  4. Apa saja macam-macam Thaharah?
  5. Bagaimana Dasar Hukum Thaharah?
  6. Bagaimanakah masalah-masalah Kontemporer dalam Thaharah?






















BAB II
PEMBAHASAN

  1. Pengertian Thaharah1
Thaharah secara lughawi adalah suci, murni, bersih. Menurut istilah terminologi Thaharoh adalah menghilangkan sesuatu yang menjadi kendala bagi syahnya ibadah tertentu. Kendala-kendala tersebut ada yang sifat atau bendanya nyata sehingga dapat di ketahui melalui indra, seperti benda – benda najis. Tetapi ada yang sifat atau bendanya tidak nyata atau abstrak , seperti hadast – hadast.
Allah berfirman dalam surat Al – Baqarah :
       
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri”. (Q.S. Al – Baqarah)
Pada ayat di atas terdapat dua kata penting , yaitu kata “tobat”, dan kata thaharah . ayat tersebut juga sebagai dalil bahwa langkah pertama yang harus di lakukan oleh manusia yang akan menghadap Allah adalah bertobat dan bersuci. Bertobat adalah upaya membersihkan diri dari segala dosa, sedangkan thaharah adalah upaya membersihkan badan dari najis dan hadats, baik hadats kecil maupun hadats besar, seperti basuhan kedua dan ketiga dalam berwudhu, mandi sunnah, memperbarui wudhu, tayamum dan lainnya.2

  1. Hakikat dan Fungsi Thaharah
  • Untuk menyadarkan agar setiap perbuatan harus di dukung oleh kebersihan fisik dan jiwa. Bahwasanya apabila fisik kita kotor maka dalam beribadah (sholat) maka tidak akan syah.
  • Untuk menumbuhkan cinta akan kebersihan dan kesehatan jasmani. Dengan jasmani kita yang bersih maka hati dan pikiran kita akan tenang sehingga dalam beribadah bisa kusuk
  • Mendorong seseorang untuk selalu suci dan bersih baik badannya, pakainnya, ataupun tempatnya , sehingga kemungkinan seseorang terhindar dari berbagai penyakit.
  • Kesehatan fisik sangat berpengaruh padakesehatan jiwa, sehingga akhirnya pikiran menjadi bersih dan berakhlak mulia.
  • Akan menyebabkan seseorang cinta kepada kesucian dan kebersihan.

  1. Sarana Thaharah3
Ada tiga alat untuk thaharah atau bersuci , yaitu:
  1. Air
Bersuci atau thaharah dengan menggunakan air di dasarkan kepada firman Allah dan satu dari sekian hadist nabi sebagai berikut :
  1. Q.s.8, Al – anfal : 11:
       
Artinya :
Dan Allah menurunkan kepadamu air dari langit untuk mensucikan kamu dengannya.
  1. Q.s. 25, Al – furqan :48:
       
Artinya :
Dan kami turunkan dari langit air yang sangat bersih (membersihkan mensucikan)
Air bersih yang dapat digunakan untuk berwudzu, mandi serta dapat menghilangkan najis. Air yang dapat di gunaka untuk bersuci adalah air yang turun dari langit atau keluar dari bumi yang belum di pakai untuk bersuci.
Di tinjau dari segi hukum, air dapat di golongkan menjadi 4 bagian.
  1. Air mutlak yaitu air suci dan mensucikan seperti : air hujan, air es, air embun, air laut, air zam-zam , air sumur, air sungai, air salju, air telaga, air embun, dan air yang berubah warna, atau karena tempat penampungannya , atau karena bercampur dengan sesuatu yang sulit di pisahkan, seperti lumut dan dedaunan . menurut ulama’, jenis air seperti ini masih dikategorikan air mutlak.4
  2. Air musyammas, yaitu air suci dan dapat mensucikan tetapi makruh untuk digunakan. Yaitu yang terjemur oleh matahari dalam bejana selain bejana emas dan perak. Air ini makruh untuk badan , tetapi tidak makruh untuk pakaian.5
  3. Air musta’mal adalah air yang menetes atau terjatuh dari anggota tubuh orang yang berwudu dan mandi, status hukum air tersebut suci seperti halnya air mutlak.
  4. Air mutanajis, yaitu air yang terkena najis (kemasukan najis,dan mengubah air tersebut baik rasa, warna dan baunya), sedangkan jumlahnya kurang dari dua kolah.maka air ini tidak suci dan tidak mensucikan. Dan ukuran 2 kolah tersebut kurang lebih 500 kati baghdad menurut pendapat yang paling shahih. Yaitu 500 kati= 245, 325 liter atau 62,4cmx62,4cmx62,4cm.6
  1. Debu
Mengenai bersuci ( thaharah) dengan tanah di dasarkan kepada firman Allah SWT dan hadist rasulullah SAW, sebagai berikut:
  1. Firman Allah Q,s. 4, An – nisa’ :43:
                               

Artinya :
Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan, atau kembali dari (wc) , atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapatkan air maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (suci), lalu sapulah mukamu dn tanganmu(dengan tanah tersebut). Sesungguhny Allah Maha pemaaf lagi Maha pengampun).
  1. Hadist – hadist rasululloh SAW.
Diantaranya adalah hadist yang diriwayatkan oleh Al – bukhori dan muslim dari imran ibn, hushaini, sebagai berikut :
Yang Artinya :
Kami bertanya kepada rosululloh SAW dalam berpergian . maka ia mendirikan sholat berjamaah dengan orang banyak. Tiba-tiba ada seorang laki – laki yang menyendiri. Rasululloh SAW bertanya “apa yang menghalangimu untuk sholat?”orang itu menjawab : “saya terkena janabah dan tidak ada air (untuk mandi). “ rasululloh SAW berkata : “pakailah debu (artinya bertayamumlah), itu cukup untukmu.” H.r, al – bukhori dan Muslim dari ‘imron ibn Husbaini.
  1. Batu
Benda kering lainnya yang dapat di gunakan untuk istinjak atau sehabis buang air besar atau buang air kecil.

  1. Macam-macam Thaharah
Thaharah atau bersuci dari sesuatu yang kotor, dapat di bedakan menjadi 2 yaitu :
  1. Thaharah yang bersifat hissy (dapat di rasakan oleh panca indera).
Yakni:membersikan diri dari hadas dan najis.
Nabi Bersabda :
yang artinya
Thaharah adalah bagian dari iman.” (HR.Muslim)
Diantara Bentuk thaharah jenis ini yang telah disyariatkan adalah: Wudhu,Mandi,Tayamum,dan menghilangkan najis dari pakaian,badan,dan tempat sholat.7
Thaharah hissy dibagi menjadi 2 yaitu :
  1. Bersuci dari hadast
Secara sederhana hadast dapat di artikan sebagai “suatu sifat yang melekat pada anggota tubuh yang yang bisa mencegah terhadap syahnya sholat.8 khususnya pada badan yaitu dangan wudhu , mandi wajib dan tayamum.
Pembagian hadast9
1. Hadast besar
2. Hadast kecil atau bisa di sebut sebagai penyebab wudlu.
  1. Bersuci dari najis dari sesuatu yang kotor, seorang muslim harus berusaha menjauhkan diri darinya dan mencuci apa yang terkena olehnya. Allah berfirman
وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ

Yang artinya:
dan bersihkanlah pakaianmu “ (Al – Muddatstir 4)
Ada beberapa macam najis yaitu :
  • Najis mugholadhoh(tebal)
  • Najis mikhofafah (ringan)
  • Najis mutassithoh(pertengahan)
  1. Thaharah yang bersifat maknawi( tidak dapat di rasakan oleh panca indera)
Thaharah semacam ini biasanya untuk bersuci dari dosa, yakni bertaubat kepada Allah.baik dosa kecil maupun dosa besar.
Thaharah jenis ini jauh lebih penting daripada sekedar membersihkan badan dari berbagai kotoran zhahir.bahkan membersihkan badan dari kotoran zhahir tidahlah akan ada gunanya jika dalam diri seseorang masih terdapat najis syirik.
Karenanya,sudah menjadi kewajiban bagi setiap mukallaf untk membersihkan hatinya dari najis syirik dan syakk (keraguan terhadap Allah),dengan beriklas,bertauhid,dan beryakin(memiliki keyakinan yang benar,kepada Allah) membersihkan jiwa dan hatinya dari noda maksiat, dengki, dendam dengan bertaubat yang benar(tobat nashuha) dari semua bentuk dosa dan kemaksiatan dan inilah thaharah bagian pertama.
Dalam surat At- Tahrim ayat 8, Allah berfirman sebagai berikut :
                                               

Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb Kami, sempurnakanlah bagi Kami cahaya Kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu."
Seruan ini hukumnya wajib di laksanakan. Semua orang yang beriman setiap hari harus meminta ampunan kepada Allah, karena pada dasar nya, manusia di ciptakan dalam keadaan lemah dan mudah tergoda rayuan setan10.
Adapun lawan dari thaharah adalah najis, sedangkan pengertian najis menurut bahasa adalah Segala sesuatu yang menjijikkan, baik hissy maupun maknawi maka dosa itu termasuk najis meskipun termasuk golongan maknawi.11

  1. Dasar Hukum Thaharah
Thaharah (bersuci) wajib hukumnya berdasarkan firman Allah dan hadist nabi . di antara firman Allahkumnya berdasarkan firman Allah dan hadist nabi . di antara firman Allah itu itu adalah :
  1. Q.S AL-Baqarah :222:
       
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.
  1. Q.S. 5 AL- Maidah : 6:
                                                                
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit[403] atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh[404] perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.
  1. Hadist Nabi SAW,
Yang artinya:
Alat pembuka atau pintu sholat adalah bersuci.
Para ulama’ menjelaskan bahwa ayat – ayat dan hadist di atas memberi penegasan bahwa thaharah atau bersuci wajib hukumnya , tidak saja karena orang muslim akan mendirikan sholat melainkan juga wajib dalam keadaan , terutama dari najis dan hadast besar.

  1. Masalah-masalah Kontemporer dalam Thaharah
Permasalahan :
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menjumpai yang namanya alkohol, baik kita sadari maupun tidak kita sadari. Kita sering bersinggungan atau bahkan menggunakan alkohol tersebut. Lalu najiskah alkohol tersebut? Jika najis kita sering menggunakan parfum yang mengandung alkohol, lalu bagaimanakah hukumnya kita yang menggunakan parfum beralkohol ketika shalat?
Pembahasan :
Alkohol termasuk benda yang menjadi perselisihan hukumnya diantara para ulama. Dikatakan bahwa alkohol itu najis, sebab memabukkan. Dan juga dikatakan bahwa alkohol itu tidak najis, sebab tidak memabukkan, bahwa mematikan seperti racun. Dan Muktamar berpendapat najis hukumnya, karena alkohol itu menjadi arak. Adapun minyak wangi yang dicampuri alkohol itu, kalau campurannya hanya sekedar menjaga kebaikannya, maka dimaafkan. Begitupun halnya obat-obatan.
Keterangan, dalam kitab Raddul Fudhul, kitab al-Mabahitsa al-Wafiyyah, dan kitab al-Fiqih 'ala Madzahib al-Arba'ah :
المبحث الثالث في تعريف الكحول الذي استفدناه من كلام من يعرف حقيقته الذي يقبله الحس مع ما رأيناه من آلات صناعته. وهو عنصر بخاري يوجد في المتخمرات المسكرات من الأشربة. فبوجوده فيها يحصل الإسكار ويوجد هذا الكحول أيضا في غير الأشربة من متخمرات نقيع الأزهر والأثمار الذي يتخذ طيبا وغيره كما يوجد من معقود الخشب بالآت حديدية مخصوصة وهذا الأخير أضعف الكحول كما أن أقواه الذي يوجد في خمر العنب (المباحث الوفية للسيد عثمان البتاوي)

Pengertian alkohol sebagaimana yang kami dapatkan dari pernyataan orang yang mengetahui hakekatnya serta yang kami lihat dari peralatan industri pembuatannya adalah, merupakan suatu unsur yang dapat menguap yang terdapat pada minuman yang memabukkan. Keberadaannya akan mengakibatkan mabuk. Alkohol ini juga terdapat pada selain minuman, seperti pada rendaman air bunga dan buah-bahan yang dibuat untuk wewangian dan lainnya, sebagaimana juga terdapat pada kayu-kayuan yang diproses dengan mempergunakan peralatan khusus dari logam. Dan yang terakhir ini merupakan alkohol dengan kadar paling rendah, sedangkan yang terdapat pada perasan anggur merupakan alkohol dengan kadar tertinggi.
(ومنها) أي من المعفوات. المائعات النجسة التي تضاف إلى الأدوية والروائح العطرية لإصلاحها. فإنه يعفي عن القدر الذي به الإصلاح (الفقه على مذاهب الأربعة)

Termasuk najis yang dima'fu (ditoleransi) adalah, cairan-cairan najis yang dicampurkan untuk komposisi obat-obatan dan parfum. Cairan tersebut bisa ditoleransi dengan kadar yang memang diperlukan untuk komposisi yang seharusnya.12













BAB III
KESIMPULAN

  1. Thaharah secara lughawi adalah suci, murni, bersih. Menurut istilah terminologi Thaharoh adalah menghilangkan sesuatu yang menjadi kendala bagi syahnya ibadah tertentu.
  2. Hakikat dan Fungsi dari Thaharah:
  • Untuk menyadarkan agar setiap perbuatan harus di dukung oleh kebersihan fisik dan jiwa. Bahwasanya apabila fisik kita kotor maka dalam beribadah (sholat) maka tidak akan syah.
  • Untuk menumbuhkan cinta akan kebersihan dan kesehatan jasmani. Dengan jasmani kita yang bersih maka hati dan pikiran kita akan tenang sehingga dalam beribadah bisa kusuk
  • Mendorong seseorang untuk selalu suci dan bersih baik badannya, pakainnya, ataupun tempatnya , sehingga kemungkinan seseorang terhindar dari berbagai penyakit.
  • Kesehatan fisik sangat berpengaruh padakesehatan jiwa, sehingga akhirnya pikiran menjadi bersih dan berakhlak mulia.
  • Akan menyebabkan seseorang cinta kepada kesucian dan kebersihan.
  1. Ada tiga sarana Thaharah:
  • Air
  • Debu
  • Batu
  1. Macam-macam Thaharah:
  • Thaharah Hissy, dapat dirasakan oleh Panca Indera.
  • Thaharah Maknawi, tidak dapat dirasakan oleh Panca Indera.
  1. Dasar Hukun Thaharah:
Thaharah (bersuci) wajib hukumnya berdasarkan firman Allah dan hadist Nabi.
  1. Masalah-masalah Kontemporer:
Bahwasannya Alkohol itu menjadi perselisihannya diantara para Ulama’. Dikatakan bahwa Alkohol itu Najis karena Memabukkan. Dan juga dikatakan Alkohol itu tidak Najis.

























DAFTAR PUSTAKA


Abu Bakar Al Jaza’iri, Minhajul Muslimin

Ak,Baihaqi, Fiqih Ibadah. Bandung:Mas Bandung,1996

Djaliel, Mamam Abd, Fiqih 7 Madzab. Bandung : CV Pustaka Setia, 2007

Hamid, Abdul, Fiqih Ibadah. Bandung: CV Pustaka Setia, 2009

Ibnu Qosim, Fathul Qorib, Ma’a Tausyi’ ‘Ala Ibnu Qosim. Surabaya : Al-Hidayah

MHM, Lirboyo, Uyunul Masa-il Linnisai. Kediri : LBM PPL, 2002

Miri, Djamalluddin, Ahkamul Fuqoha’. Surabaya:Lajnah Ta’lif Wan Nasyr (LTN), 2005

Nawawi Sadili, Ahmad, Panduan Praktis dan Lengkap Sholat Fardhu & Sunnah. Jakarta: Amzah, 2010

Sabiq, Sayyiq, Fiqih Sunnah. Jakarta : PT Ikrar Mandiri Abadi, 2008

Sulaiman, Fiqih Islam. Bandung : PT Sinar Baru Algensindo, 2000

Syeh Abu Syu’ja Ahmad bin Husain, Fiqih Islam. Surabaya: Al-Miftah, 2000











KATA PENGANTAR


    

Alhamdulillahhirobil ‘alamin, berkat rahmat , hidayah serta inayah dari Allah, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “ thaharah”, seperti judul di atas maka, yang terlintas dalam benak kita adalah betapa pentingya bersuci atau bersih itu sangat penting dalam kehidupan sehari – hari, maka bersuci tidak hanya di lakukan ketika akan melakukan sholat saja, tetapi setiap waktu dan dalam keadaan bagaimana saja harus bersih.
Oleh karena itulah , dalam makalah ini kami kupas berbagai hal yang berkaitan dengan thaharah . sehingga kita dapat menjalani kehidupan ini dengan lebih baik.












i
DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii

BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2

BAB II : PEMBAHASAN
A. Pengertian Thaharah 3
B. Fungsi dari Thaharah 3
C. Sarana Thaharah 4
D. Macam-macam Thaharah 7
E. Dasar Hukum Thaharah 9
F. Masalah-masalah Kontemporer dalam Thaharah 10

BAB III : PENUTUP
Kesimpulan 13

DAFTAR PUSTAKA 14







THAHARAH



Makalah Ini Di Susun Untuk Memenuhi Salah Satu
Tugas Mata Kuliah “FIQIH IBADAH”



Dosen Pengampu:
H. ABDUL WAHAB A. KHALIL, MA.







Disusun Oleh:
BINTI MUTIANI (931301110)
FARIDHATUL ERINA (931308810)
HAMIM THAHARI (931309010)



JURUSAN SYARI’AH PRODI EKONOMI ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) KEDIRI
2011


1 Prof. DR H Baihaqi, Ak, Fiqih Ibadah (Bandung: Mas Bandung,1996), 17
2 Ahmad Nawawi Sadili, Panduan Praktis dan Lengkap Sholat Fardhu & Sunnah (Jakarta: Amzah, 2010), 8
3 Ibid, hal. 19
4 Sayyiq Sabiq, Fiqih Sunnah (Jakarta : PT Ikrar Mandiri Anbadi, 2008), 16.
5 H. Sulaiman, Fiqih Islam (Bandung : PT Sinar Baru Algensindo, 2000),16
6 Syeh Abu Syu’ja Ahmad bin Husain, Fiqih Islam (Surabaya : Al–Miftah, 2000), 3
7 Abu Bakar Al Jaza’iri, Minhajul Muslimin, 170.
8 MHM, Lirboyo, Uyunul Masa-Il Linnisai (Kediri : LBM PPL 2002), 101
9 Fathul Qorib,Ma’a Tausyi’ ‘Ala Ibnu Qosim (Surabaya : Al-Hidayah), 23-24
10 Drs. K.H. Abdul Hamid, M.Ag, Fiqih Ibadah (Bandung: CV Pustaka Setia, 2009) 153.
11 Drs, Mamam Abd, Djaliel, Fiqih 7 Madzab (Bandung : CV Pustaka Setia, 2007), 31.
12 Dr. H. M. Djamaluddin Miri, LC, MA., Ahkamul Fuqaha (Surabaya: Lajnah Ta'lif Wan Nasyr (LTN), 2004), 332.