Senin, 26 Desember 2011

Konsep Dasar Ekonomi Islam

Konsep Dasar Ekonomi Islam

Islam sebagai agama merupakan konsep yang mengatur kehidupan manusia secara
komprehensif dan universal baik dalam hubungan dengan Sang Pencipta (HabluminAllah)
maupun dalam hubungan sesama manusia (Hablumminannas). Ada tiga pilar pokok dalam
ajaran Islam yaitu :

Aqidah : komponen ajaran Islam yang mengatur tentang keyakinan atas keberadaan dan
kekuasaan Allah sehingga harus menjadi keimanan seorang muslim manakala melakukan
berbagai aktivitas dimuka bumi semata-mata untuk mendapatkan keridlaan Allah sebagai
khalifah yang mendapat amanah dari Allah.

Syariah : komponen ajaran Islam yang mengatur tentang kehidupan seorang muslim baik
dalam bidang ibadah (habluminAllah) maupun dalam bidang muamalah
(hablumminannas) yang merupakan aktualisasi dari akidah yang menjadi keyakinannya.
Sedangkan muamalah sendiri meliputi berbagai bidang kehidupan antara lain yang
menyangkut ekonomi atau harta dan perniagaan disebut muamalah maliyah.
Akhlaq : landasan perilaku dan kepribadian yang akan mencirikan dirinya sebagai seorang
muslim yang taat berdasarkan syariah dan aqidah yang menjadi pedoman hidupnya
sehingga disebut memiliki akhlaqul karimah sebagaimana hadis nabi yang menyatakan
"Tdaklah sekiranya Aku diutus kecuali untuk menjadikan akhlaqul karimah"
Cukup banyak tuntunan Islam yang mengatur tentang kehidupan ekonomi umat yang
antara lain secara garis besar adalah sebagai berikut :

Islam menempatkan fungsi uang semata-mata sebagai alat tukar dan bukan
sebagai komoditi, sehingga tidak layak untuk diperdagangkan apalagi mengandung
unsur ketidakpastian atau spekulasi (gharar) sehingga yang ada adalah bukan
harga uang apalagi dikaitkan dengan berlalunya waktu tetapi nilai uang untuk
menukar dengan barang.

Riba dalam segala bentuknya dilarang bahkan dalam ayat Alquran tentang
pelarangan riba yang terakhir yaitu surat Al Baqarah ayat 278-279 secara tegas
dinyatakan sebagai berikut:
Hai orang-orang yang beriman takutlah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa-sisa
riba itu jika kamu orang beriman. Kalau kamu tiada memperbuatnya ketahuilah ada
peperangan dari Allah dan RasulNya terhadapmu dan jika kamu bertobat maka
untukmu pokok-pokok hartamu kamu tidak menganiaya dan tidak pula teraniaya.

Larangan riba juga terdapat dalam ajaran kristen baik perjanjian lama maupun
perjanjian baru yang pada intinya menghendaki pemberian pinjaman pada orang
lain tanpa meminta bunga sebagai imbalan.

Meskipun masih ada sementara pendapat khususnya di Indonesia yang masih
meragukan apakah bunga bank termasuk riba atau bukan, maka sesungguhnya
telah menjadi kesepakatan ulama, ahli fikih dan Islamic banker dikalangan dunia
Islam yang menyatakan bahwa bunga bank adalah riba dan riba diharamkan.

Tidak memperkenankan berbagai bentuk kegiatan yang mengandung unsur
spekulasi dan perjudian termasuk didalamnya aktivitas ekonomi yang diyakini akan
mendatangkan kerugian bagi masyarakat.

Harta harus berputar (diniagakan) sehingga tidak boleh hanya berpusat pada
segelintir orang dan Allah sangat tidak menyukai orang yang menimbun harta
sehingga tidak produktif dan oleh karenanya bagi mereka yang mempunyai harta
yang tidak produktif akan dikenakan zakat yang lebih besar dibanding jika
diproduktifkan. Hal ini juga dilandasi ajaran yang menyatakan bahwa kedudukan
manusia dibumi sebagai khalifah yang menerima amanah dari Allah sebagai pemilik
mutlak segala yang terkandung didalam bumi dan tugas manusia untuk
menjadikannya sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan manusia.

Bekerja dan atau mencari nafkah adalah ibadah dan waJib dlakukan sehingga tidak
seorangpun tanpa bekerja - yang berarti siap menghadapi resiko - dapat
memperoleh keuntungan atau manfaat(bandingkan dengan perolehan bunga bank
dari deposito yang bersifat tetap dan hampir tanpa resiko).

Dalam berbagai bidang kehidupan termasuk dalam kegiatan ekonomi harus
dilakukan secara transparan dan adil atas dasar suka sama suka tanpa paksaan
dari pihak manapun.

Adanya kewajiban untuk melakukan pencatatan atas setiap transaksi khususnya
yang tidak bersifat tunai dan adanya saksi yang bisa dipercaya (simetri dengan
profesi akuntansi dan notaris).

Zakat sebagai instrumen untuk pemenuhan kewajiban penyisihan harta yang
merupakan hak orang lain yang memenuhi syarat untuk menerima, demikian juga
anjuran yang kuat untuk mengeluarkan infaq dan shodaqah sebagai manifestasi
dari pentingnya pemerataan kekayaan dan memerangi kemiskinan.
Dari uraian ringkas diatas memberikan gambaran yang jelas tentang prinsip-prinsip dasar
sistem ekonomi Islam dimana tidak hanya berhenti pada tataran konsep saja tetapi
tersedia cukup banyak contoh-contoh kongkrit yang diajarkan oleh RasulAllah, yang untuk
penyesuaiannya dengan kebutuhan saat sekarang cukup banyak ijtima' yang dilakukan
oleh para ahli fikih disamping pengembangan praktek operasional oleh para ekonom dan
praktisi lembaga keuangan Islam. Sesuai sifatnya yang universal maka tuntunan Islam
tersebut diyakini akan selalu relevan dengan kebutuhan zaman, dalam hal ini sebagai
contoh adalah pengembangan lembaga keuangan Islam seperti perbankan dan asuransi.

DASAR-DASAR EKONOMI ISLAM MASA RASULULLAH


DASAR-DASAR EKONOMI ISLAM MASA RASULULLAH
BAB I
A. Latar Belakang
Pada mulanya masyarakat arab sebelum kedatangan islam adalah masyarakat yang maju sekali dalam hal perekonomian. Hal ini terbukti (bangsa arab jahiliah). Mereka pandai sekali dalam perdagangan dalam negeri ataupun antar negeri sehingga membuat mereka banyak dikenal oleh bangsa-bangsa lain di dalam jazirah arab. Hal tersebut disebabkan perdagangan telah mengakar di dalam tradisi bangsa arab pada masa itu.
Arab atau lebih spesifik kota makkah dalam pengetahuan umumnya telah menjadi tempat atau pusat terjadinya perdagangan yang ramai dikunjungi oleh para saudagar dari berbagai wilayah seperti mesir, syam, syiria, dan sebagainya. Selain merupakan pusat perdagangan antar wilayah, kota makkah juga menjadi jalur perdagangan dunia yang menghubungkan antara utara, syam, dan selatan, yaman, antara timur, Persia, dan barat, abesinia serta mesir (mufrodi, 1997: 10)
Berdasarkan analisis, dengan diketahuinya bahwa kota makkah menjadi salah satu tempat paling ramai dalam hal perdagangan, layak sudah jika pendapatan yang didapat koa makkah melebihi pendapatan yang diterima negeri-negeri di sekitar kota makkah.
Dalam kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh nabi Muhammad SAW, terbagi menjadi dua periode menurut urutan waktu. Pembagian tersebut yakni, periode makkah dan peride madinah. Periode makkah yaitu ketika nabi Muhammad SAW mulai mengenal kegiatan ekonomi (ketika berdagang ke syam) dan diakhiri dengan masa kenabian hingga hijrah ke madinah. Sedangkan periode madinah yaitu pada waktu nabi Muhammad SAW sampai di madinah dan menjadi memimpin pemrintahan hingga akhirnya meninggal.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang diambil, rumusan masalah yang hendak dipecahkan adalah sebagai berikut:
1. bagaimanakah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh nabi Muhammad SAW ketika di mekkah?
2. bagaimanakah kegiatan ekonomi yang dilakuksn oleh nabi Muhammad SAW ketika di madinah?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Periode Makkah
Pada periode ini, tradisi perdagangan yang merupakan kegiatan ekonomi utama nabi Muhammad SAW terbagi menjadi dua bagian yaitu masa sebelum kerasulan dan setelah kerasulan. Zaman sebelum kerasulan banyak mangacu pada aktivitas perekonomian (berdagang), sedangkan zaman setelah kerasulan aktivitas atau kegiatan ekonomi banyak yang berkurang, hal ini disebabkan pada masa setelah kerasulan nabi mihammad SAW akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Sebelum Kerasulan
Dalam memahami prilaku nabi muhammadSAW sebelum menjadi rasul, alangkah baiknya jika menilik kebelakang, ke sejarah singkat nabi Muhammad SAW. Beliau lahir pada 12 rabiul awal tahun gajah (sekitar 570 M) di kota makkah. Nabi Muhammad SAW adalah putra dari Abdullah bin Abdul Muthalib dari Bani Hasym dan siti Aminah binti wahab dari bani Bani Zairah (yatim, 2000: 16)
Semasa kecilnya, nabi Muhammad SAW banyak sekali mengalami peristiwa-peristiwa yang menyedihkan. Adapun peristiwa-peristiwa tersebut antara lain ditinggal wafat ayahandanya sewaktu beliau masih dalam kandungan; ditinggal wafat ibundanya disebuah desa bernama ABwa (haekal. 1980: 61) ketika dalam perjalanan dari makam ayahnya; kemudian ditinggal kakek tercintanya (Abdul Munthalib) yang memilki keteguhan hati, kewibawaan pandangan tajam, terhormat dikalangan arab semua karena abdul munthalib adalah pemegang kunci ka’bah (haekal. 1980: 62)
Dengan banyaknya cobaan yang diterima nabi Muhammad SAW sewaktu kecil, tidak menyurutkan langkahnya dalam mengarungio kerasnya kehidupan. Setelah nabi Muhammad SAW ditinggal wafat kakeknya pada usia delapan tahun, beliau diasuh oleh pamannya Abu thalib yang nantinya akan menjadi seseorang yang memperkenalkan nabi mauhammad SAW terhadap dunia ekonomi khususnya perdagangan.
Abu thalib adalah seorang warga dari suku quraisy yang tergolong miskin. Abu thalib memilki banyak putra yang harus beliau besarkan. Usaha yang dilakukan oleh abu thalib dalam hidupnya adalah berdagang. Kegiatan berdagang tersebut telah mengakar dalam diri abu thalib seperti halnya masyarakat quraisy lainnya.
Ketikan nabi Muhammad masih kecil, yakni masa-masa awal beliau bersama abu thalib, beliau turut membantu mengembalakan kambingnya, dari pengembalaan itulah nantinya menjadikan inspirasi yang tak terhingga bagi nabi Muhammad SAW.
Setelah nabi Muhammad SAW mwnginjak 12 tahun, beliau ikut dalam rombongan dagang ke negeri syam (Syiria). Kalifah dagang tersebut dipimpin langsung oleh pamanya sendiri, abu thalib (yatim, 2000:17) dalam perjalannya, rombongan tersebut bertemu dengan seorang pendeta bernama bahira, yang mengetahui tanda-tanda kerasulan pada diri nabi Muhammad SAW. Ketika abu thalib diberi tahu oleh pendeta tersebut, kekhawartiran yang timbul adalah jika tanda-tanda tersebut terlihat oleh orang-orang yahudi, maka nabi Muhammad SAW akan di celakakan.
Dari perdagangan ke syam, manfaat yang didapat nabi Muhammad SAW dalam usaha dagangnya banyak sekali. Manfaat yang paling penting adalah dengan ikut sertanya nabi Muhammad SAW dalam berdagang, nabi Muhammad SAW mwnjadi tahu bagaimana caranya berdagang dan bagaimana agar dalam transaksi dagang tidak ada yang merasa dirugukan.
Ketika dewasa, nabi Muhammad SAW memilih berkarir sebagi seorang wirausahawan atau lebih khususnya menjadi pedagang (agustianto, 2007) ketika berdagang, beliau tidak selalu menggunakan modalnya sendiri untuk berdagang dalam skala kecil (Afzalurrahman, 1997: 6) dan lebih sering lagi beliau bermitra dengan shohibul mal atau pemilik modal )anto, 2003;269) tempat-tempat seperti yaman. Bahrain, syiriah atau abysiniah menjadi jutuan nabi Muhammad SAW ketika memakai modalnya sendiri (afzalurrahman 1997: 9)
Pada waktu bermitra, nabi Muhammad SAW lebih diperaya menjadi manjer. Sebab nabi Muhammad SAW sudah dikenal sebagai seorang yang siddiq (jujur) dan amanah (dapat dipercaya). Salah seorang yang paling sering menjadi mitra dagang nabi Muhammad SAW adalah siti Khadijah Binti Khuwalid, janda yang kaya raya yang kelak menjadi istrinya.
Perjalanan dagang yang pertama kali dijalankan nabi Muhammad SAW ketika berakad bagi hasil dengan Siti Khadijah adalah ke negeri syam, dalam perdagangan ini nabi Muhammad SAW memperoleh laba yang besar (yatim, 2000: 17) dari keuletan nabi Muhammad SAW inilah sehingga siti Khadijah tertarik untuk menikahinya.
Setelah menjadi suami Siti Kahdijah, nabi Muhammad SAW tetap menjalankan usaha dagangnya, beliau juga tetap menjadi manajer sekaligus mitra dagang istrinya (Muhammad, 2007: 10) usaha dagang nabi Muhammad SAW dengan istrinya hingga ke luar negeri. Dalam sejarah disebutkan bahwa setelah menikah, Nabi Muhammad SAW dengan istrinya berdagang di tiga tempat yaitu: Yaman, Najd, Najran (Agustianto, 2007). Selain itu juga terlibat dalam festival dagang besar di musim haji yang disebut Ukaz dan Dzul Majas (agustianto, 2007) selanjutnya di musim-musim lain nabi Muhammad SAW lebih sibuk mengurus perdagangan grosir di pasar-pasar kota makkah/
b. Setelah Kerasulan
Setelah nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul, kegiatan berdagang sedikit berkurang. Hal ini dikarenakan beliau sibuk menyiarkan agama islam yang hingga saat ini menjadi agama yang rahmatan lil’alamn. Sebagai seorang Rasul, nabi Muhammad SAW tertantang dengan kondisi dan situasi negeri arab yang semakin hari semakin melenceng dari jalan-Nya. Dengan demikian beliau lebih mengutamakan berdakwa dan berdakwa (anto, 2003: 269) namun dengan kesibukan dakwa, nabi Muhammad SAW tidak sedikitpun berkurang perhatiannya terhadap aktifitas bisnis khususnya perdagangan.
B. Periode Madinah
Periode madinah ini dimulai dari hijranhnya nabi Muhammad SAW berserta pengikutnya ke negeri yastrib (madinah). Pada masa itu Rasulullah SAW ddan para sahabatnya kaum muhajirin berhijrah ke madinah munawarah pada tahun 622 M. setelah dilakuakan kesepakatan dan perjanjian dengan orang-orang Anshor (al-aus dan al-kharaj) untuk melindungan dan membela agamanya madinah menjadi benteng dan pusat pertahanan islam yang tangguh serta obor yang memancarkan sinarnya ke berbagai upuk dan dari sana islam tersebar luas kesegenap penjuru dunia.
Di Madinah, nabi Muhammad SAW diangkat menjadi kepala Negara sekaligus pemimpin agama oleh masyarakat madinah (Muhammad, 2007: 11) sebagai kepala Negara tentunya beliau membuat berbagai kebijakan kepada masyarakatnya. Diantra kebijakan tersebut adalah; mambangu mesjid, membuat undang-undang, manyatukan kaum muhajirin dan anshor, manjalin kedamaian dalam Negara, menyusun system pertahanan Negara, dan mendirikan baitul mal (Muhammad, 2007: 11)
Mengenai aktifitas sebagi pebisnis atau lebih dikenal dengan sebutan pedagang, di madinah ini nabi Muhammad SAW lebih dikenal sebagai seorang pengawas pasar yang aktif hingga akhir hayatnya (Antonio, 2003: 268) menjai pengawas pasar dilakukan oleh nabi Muhammad SAW seiring kesibikannya menjadi kepala Negara sekaligus kepala agama. Jadi, karena kedua hal itulah beliau lebih memilih sebagai pengawas pasar. Sebagai pengawas pasar, tugas nabi Muhammad SAW adalah mengawasi jalannya mekanisme pasar di madinah dan sekitarnya agar tetap dapat belangsung secara islami (anto, 2003: 269)
Selanjutnya mengenai kebijakan ekonomi, nabi Muhammad SAW sangat melarang segala hal yang menimbulkan riba. Sebab riba banyak merugikan puhak pembeli dari pada penjua. Selain itu juga mnegenai kekayaan, nabi Muhammad SAW menekankan bahwa kekayaan tidak boleh ditimbun, karena jika ditimbun perputaran harta akan terhenti (Muhammad, 2007: 12)
Ketika menjabat sebagi kepala Negara, Baitul mal adalah salah satu program dari nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu penggunaan baitul mal sebagi perbendaharaan Negara sangat diutamakan. Di baitul mal tersebut aktifitas pemasukan dan pengeluaran Negara berlangsung. Beberapa bentuk pemasukan Negara pada waktu itu adalah kharaj (pajak atas tanah), zakat, khums (pajak proporsional), jizyah, (pajak jaminan bagi non muslim) dan penerimaan lain seperti kafarat dan harta waris (Muhammad, 2007: 13) selanjutnya mengenai pengeluaran, diantara dana Negara digunakan untuk penyebaran agama islam, pertahanan dan keamanan, pembangunan infrasruktur, pengmbangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan, serta menyediakan fasilitas bagi kesejahteraan social (Muhammad, 2007: 14)
Dari kegiatan ekonomi khususnya perdagangan yang berlangsung di madinah, transaksi penjualan lebih sedikit jumlahnya dari transaksi pembelian (afzalurrahman, 1997: 12), hal tersebut terbukti bahwa sepanjang hidupnya nabi Muhammad SAW banyak melakukan peminjaman. Meskipun begitu beliau tetap menjadi AS-sidiq dan al-‘amin karena ketika beliau meminjam sesuatu kepada orang lain, beliau selalu mabayar lebih banyak (afzalurrahman, 1997: 15)
Selanjutnya meskipun secara pribadi nabi Muhammad SAW lebih banyak berhutang bahkan menggadaikan barangnya (baju besi), tidak demikian jika dilihat dari pesfektif kepala Negara. Sebagi kepala Negara, agar perekonmian madina semakin berkembang, nabi Muhammad SAW mengeluarkan dua kebijakan dalam ekonomi yaitu kebijakan moneter dan kebijakan fiscal (Muhammad, 2007: 15) kebijakan moneter dikeluarkan nabi Muhammad SAW adalah menetapkan mata uang yang sah dan memfungsikan uang sebagai alat transaksi kemudian untuk jaga-jaga, sedangkan kebijakan fiskalnya (Muhammad, 2007: 15) adalah meningktakan pendapatan nasional dan tingkat partisipasi kerja, kebijakan pajak, membuat anggaran seperti APBN, dan kebijakan fiscal khusus (meminta bantuan kepada muslim kaya secara suka rela)
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari penjelasan yang diuraikan diatas, dapat diambil kesimpulan sebagi berikut
  1. Nabi Muhammad SAW adalah seorang yang ulet dalam menjalankan usaha dagangnya
  2. Kehebatan dagang nabi Muhammad SAW terbukti dari kehebatannya dalam perdagangan antar negeri yang kahirnya memperoleh keuntungan yang besar.
  3. Ketika di makkah, kegiatan ekonomi (berdagang) lebih banyak sebelum nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul. Sedangkan di madinah nabi Muhammad SAW selain menjalankan aktifitas dagang, beliau juga berprofesi sebagi kepala Negara dan kepala agama.
  4. Kegiatan ekonomi nabi Muhammad SAW di madinah lebih menjurus sebagai pengawas pasar yang selalu aktif dalam mengawasi keabsahan mekanisme pasar
  5. Nabi Muhammad SAW sangat melarang adanya riba dalam transaksi
  6. Kebijakan Ekonomi